Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata di dalam Kitab Iqtidha' Shirathal Mustaqim (1/464) : "Imam Asy Syafi'i berkata sebagaimana diriwayatkan oleh As Salafy dengan sanad yang ma'ruf sampai ke Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, beliau berkata. 'Saya mendengar Muhammad bin Idris Asy Syafi'i berkata,'Bahasa yang dipilih oleh Allah 'Azza wa Jalla adalah bahasa Arab, sehingga Allah menurunkan kitabnya yang mulia dengan bahasa itu. Allah menjadikannya sebagai bahasa penutup para nabinya (yaitu Muhammad) shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu kita katakan,'Sepantasnya bagi setiap orang yang mampu, untuk belajar bahasa Arab karena bahasa itu adalah bahasa yang paling utama.' "
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata di dalam kitab yang sama (1/402) : "Dan juga sesungguhnya Allah ta'ala tatkala menurunkan kitabNya dengan bahasa Arab dan menjadikan rasulNya sebagai orang yang menyampaikan kitab dan sunnah dariNya menggunakan bahasa Arab, serta menjadikan orang-orang yang pertama masuk ke dalam agama Islam ini berbicara dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan untuk mengenal dan memahami agama ini kecuali dengan memahami bahasa itu. Mempelajarinya termasuk bagian dari agama. Membiasakan berbicara dengannya menjadikan pemeluk agama ini lebih mudah memahami agamanya dan lebih dekat kepada upaya menegakkan syiar-syiar agama, serta menjadikan mereka lebih mirip dengan orang-orang yang lebih dulu masuk ke dalam Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dalam semua urusan mereka."
Beliau rahimahullah juga berkata (1/468) : "Adapun membiasakan berbicara dengan selain bahasa Arab (bagi orang Arab) yang merupakan syiar Islam dan bahasa Al Qur'an sehingga hal itu menjadi kebiasaan bagi penduduk sebuah negeri atau sebuah rumah, seseorang dengan temannya, orang-orang di pasar, pemerintah, pegawai kantor, atau ahli fiqih, maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini makruh karena termasuk perbuatan meniru-niru orang A'jam (non Arab), dan perbuatan ini makruh."
Beliau rahimahullah juga mengatakan (1/469) : "Bahasa Arab sudah ditinggalkan oleh banyak orang... Tidak ragu lagi bahwa hal ini makruh. Sesungguhnya metode yang benar adalah membiasakan berbicara dengan bahasa Arab sehingga anak-anak yang ada di sekolah-sekolah dan juga di rumah-rumah dapat mempelajarinya melalui lisan orang lain, sehingga nampaklah syiar Islam dan pemeluknya. Hal itu lebih memudahkan kaum muslimin untuk memahami makna kitab Allah, sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ucapan para salaf. Berbeda dengan orang yang sudah terbiasa dengan sebuah bahasa kemudian ingin berpindah kepada bahasa yang lain, maka itu adalah perkara yang sulit. Ketahuilah bahwa membiasakan menggunakan suatu bahasa dapat memberikan pengaruh kepada akal, akhlak, serta agama dengan pengaruh yang kuat dan jelas. Demikian juga dapat berpengaruh terhadap usaha untuk menyerupai pendahulu umat ini dari kalangan shahabat dan tabi'in. Usaha untuk menyerupai mereka akan menambah kebaikan akal, akhlak, dan agama. Sesungguhnya bahasa Arab itu termasuk bagian dari agama, dan memahaminya adalah pekara yang wajib. Sebab, memahami Al Qur'an dan As Sunnah adalah wajib, dan keduanya tidak akan bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa Arab. Sesuatu yang kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu menjadi wajib. Kemudian, kewajiban mempelajari bahasa Arab ini ada yang merupakan fardhu 'ain dan ada yang merupakan fardhu kifayah. Ini adalah makna ucapan yang diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Abi Syaibah; 'Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami dari Tsaur, dari Umar bin Zaid, beliau berkata,"Umar radhiallahu 'anhu menulis surat kepada Abu Musa radhiallahu 'anhu : 'Amma ba'd. Berusahalah untuk memahami sunnah, berusahalah untuk memahami bahasa Arab, dan ucapkanlah Al Qur'an dengan bahasa Arab yang fasih, karena Al Qur'an itu menggunakan bahasa Arab yang fasih.' Dan di dalam hadits yang lain dari Umar radhiallahu 'anhu, beliau berkata : ' bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan bagian dari agama kalian, dan pelajarilah ilmu waris karena ilmu itu merupakan bagian dari agama kalian.' Inilah yang diperintahkan oleh Umar radhiallahu 'anhu. Barangsiapa yang faham bahasa Arab dan syariat, maka dia telah mengumpulkan apa yang dia butuhkan. Sebab, agama terdiri dari perkataan dan amalan. Memahami bahasa Arab adalah jalan untuk memahami perkataan, dan memahami sunnah adalah jalan untuk memahami amalan-amalan di dalam agama ini."
Beliau rahimahullah juga berkata di dalam Majmu' Fatawa (32/252) : "Merupakan perkara yang sudah diketahui bahwa belajar dan mengajar bahasa Arab adalah fardhu kifayah. Dahulu para salaf mendidik anak-anak mereka jika mereka melakukan kesalahan di dalam berbahasa Arab. Kita diperintah dengan perintah yang wajib atau mustahab untuk menjaga kaidah-kaidah bahasa Arab dan memperbaiki lisan yang menyimpang darinya. Mengikuti orang-orang Arab di dalam pembicaraan mereka akan menjadi sebab terjaganya bagi kita metode untuk memahami Al Qur'an dan As Sunnah. Seandainya manusia dibiarkan tetap di atas kesalahan mereka di dalam berbahasa Arab, tentu hal itu merupakan kekurangan dan aib. Lalu bagaimana jadinya jika datang suatu kaum kepada bahasa Arab yang lurus dan kaidah-kaidahnya yang bagus, kemudian mereka merusaknya dengan kata-kata dan kaidah yang merusak bahasa Arab murni yang dinukil dari orang Arab 'Uraba (orang Arab asli) kepada berbagai macam igauan yang tidak diucapkan kecuali oleh suatu kaum dari orang-orang non Arab yang bicaranya tidak jelas dan terburu-buru.
Ibnu Faris rahimahullah berkata di dalam kitab Ash Shahibi (hal. 75-76) : "Di antara ilmu-ilmu yang mulia yang hanya dimiliki oleh orang Arab adalah Al I'rab yang merupakan pembeda di antara makna-makna yang sama lafadznya. Dengan ilmu ini, dapat diketahui Al Khabar yang merupakan pokok dari sebuah kalimat. Seandainya tidak ada ilmu I'rab, niscaya tidak dapat dibedakan mana yang fa'il dan mana yang maf'ul, mana yang mudhaf dan mana yang man'ut, mana ta'ajjub dan mana istifham, mana shadr dan mana mashdar, serta mana na'at dan mana taukid."
Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkn di dalam kitab Talbis Iblis (hal. 117) : "… Nahwu dan bahasa Arab termasuk ilmu-ilmu Islam. Dengan keduanya bisa diketahui makna Al Qur'an Al Karim. Sesungguhnya perkara ini tidak ada yang mengingkari. Mengetahui perkara yang harus diketahui dari nahwu untuk memperbaiki lisan dan apa yang dibutuhkan dari bahasa Arab dalam menafsirkan Al Qur'an dan hadits adalah perkara yang dekat. Ini adalah suatu keharusan. Adapun ilmu yang lain, sesungguhnya tidaklah diperlukan. Menghabiskan waktu untuk mendapatkan ilmu yang tidak dibutuhkan serta tidak penting dan malah meninggalkan ilmu yang penting adalah sebuah kesalahan. Mendahulukan ilmu yang tidak penting itu di atas ilmu yang lebih bermanfaat dan lebih tinggi tingkatannya (seperti ilmu fiqh dan hadits) adalah sebuah kedunguan. Seandainya umur ini panjang untuk bisa mendapatkan semua ilmu tadi, tentu itu adalah perkara yang baik. Tetapi umur ini pendek, sehingga sudah sepantasnya ilmu yang lebih penting dan lebih utama itu yang didahulukan."
Sebagian ulama mengisyaratkan hal ini dengan perkataan mereka :
مَا أَكْثَرَ الْعِلْمَ وَ مَا أَوْسَعَهُ
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَقْدِرُ أَنْ يَجْمَعَهُ
إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ لَهُ طَالِبًا
مُحَاوِلًا فَالْتَمِسْ أَنْفَعَهُ
Betapa banyaknya ilmu itu dan betapa luasnya
Siapakah yang mampu untuk mengumpulkannya
Jikalau engkau memang harus berusaha mencarinya
Maka carilah yang paling bermanfaat di antaranya
Sebagian yang lain berkata :
وَ إِذَا طَلَبْتَ الْعِلْمَ فَاعْلَمْ أَنَّهُ
حَمْلٌ فَأبْصِرْ أَيَّ شَيْءٍ تَحْمِلُ
وَ إِذَا عَلِمْتَ بِأَنَّهُ مُتَفَاضِلُ
فَاشْغَلْ فُؤَادَكَ بِالَّذِيْ هُوَ أَفْضَلُ
Dan jikalau engkau mencari ilmu maka ketahuilah
Bahwa ilmu itu adalah barang bawaan
maka apa yang kau bawa lihatlah
Jikalau engkau telah mengerti
bahwa ilmu itu berbeda-beda keutamannya
Maka sibukkanlah hatimu dengan ilmu yang paling utama
Dinukil secara ringkas dari Kitab Al Hulal Adz Dzahabiyyah hal. 16-18.